A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara
pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar
orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud
ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan
pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan
bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa
lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa
Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf,
misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung
pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa
Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup
sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai
dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan
dengan tulisan.
Perhatikan
contoh berikut!
-teknik
Lafal yang salah: tehnik>> Lafal
yang benar: teknik [t e k n i k]
-energi
Lafal yang salah: enerhi, enersi,
enerji >>Lafal yang benar:
energi [e n e r g i]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan
kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar
seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.
Perhatikan
pelafalan berikut!
-TV Lafal
yang salah: [tivi] >>Lafal yang benar: [t e ve]
-MTQ Lafal
yang salah: [emtekyu], [emtekui] >>Lafal yang benar: [em te ki]
Hal yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan
huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan
bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum,
lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah
ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang
dimaksud ialah pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan, dengan
kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang
Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai
dengan yang tertulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama
obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi,
pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang
tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang
bersangkutan.
Perhatikan
contoh berikut!
- coca-cola
Lafal yang benar: [ko ka ko la]
- HCI Lafal
yang benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal
yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/.
Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang
terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti
pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara
dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran,
seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya
dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan
ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan
dengan lafal bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
No comments:
Post a Comment