Kelas Nusa

Kelas Nusa
Kelas Nusa : Kita Semua adalah Inspirasi

Monday, 22 September 2014

Peserta didik dan Pendidik

PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK
A.    Peserta Didik
Kajian tentang peserta didik menyangkut beberapa hal diantaranya adalah kajian pengertian, peserta didik sebagai persona, teori perkembangan peserta didik dalam beberapa aspek, kecerdasan ganda.
1.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan. Ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan – perubahan yang terjadi secara wajar ( Sutari Imam Barnadib, 1995 ). Istilah peserta didik pada pendidikan formal / sekolah jenjang dasar dan menengah, dikenal dengan nama anak didik atau siswa ; pada pendidikan pondok pesantren disebut santri, dan pada pendidikan keluarga disebut anak.
2.      Peserta Didik sebagai Pesona
Pandangan modern tentang pendidikan dewasa ini melihat peserta didik adalah subjek atau pesona, yakni makhluk yang mempribadi tidak lagi sebagai objek yang non-pribadi sebagaimana pandangan para ahli pda abad pertengahan. Ciri-ciri khas peserta didik yang perlu difahami oleh pendidik sebagaimana dijelaskan oleh Umar Tirtaraharja dan La Sulo ( 1994 ) adalah bahwa peserta didik merupakan:
a.       Individu yang memiliki potensi fisik dan psikhis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Maksudnya ia sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang berbeda dengan individu lain yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan.
b.      Individu yang sedang berkembang, yakni selalu ada perubahan dalam diri peserta didik secara wajar baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian dengan lingkungan.
c.       Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Maksudnya adalah walaupun ia adalah makhluk yang berkembang punya potensi fisik dan psikhis untuk bisa mandiri, namun karena belum dewasa maka ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pihak lain sesuai kodrat kemanusiaannya.
d.      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri, sehingga mewajibkan bagi pendidik dan orang tua untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan kepada anak dan pada akhirnya pendidik mengundurka diri.
Keempat ciri diatas merupakan justifikasi indikasi keunikan peserta didik sebagai pesona yang multidimensional. Aneka dimensi bisa menjelma pada diri peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungan alam natural dan lingkungan sosiokultural. Dimensi individualitas pada diri peserta didik mewujud dalam kemandirian, ketekuanan, kerja keras, keberanian, kepercayaan diri, keakuan, semangat dan ambisi. Dimensi sosialitas pada diri peserta didik tampak pada sikap kedermawaan, saling menolong, toleransi, kerjasama, suka berbagi dengan sesama, berorganisasi, dan hidup bermasyarakat. Dimensi religiusitas pada diri peserta didik kelihatan dalam perilaku ketaatan menjalankan ajaran agama, beribadah, keyakinan akan adanya Tuhan, ketekunan, keikhlasan, kesediaan berdakwah, dan kepasrahan atau tawakal. Dimensi historisitas tampak pada diri peserta didik dalam kesenangan menyelidiki kisah-kisah kuno, kegemaran mencatat aneka kejadian sejarah, kesadaran akan pentingnya sejarah, dan kemampuan mengkreasi sejarah. Dimensi moralitas pada diri peserta didik kelihatan pada pengetahuannya tentang nilai-nilai moralitas universal dan lokak, pengetahuan tentang akibat-akibat yang ditimbulkan dari peilaku moral, kemampuan membedakan antara perilaku moral baik dan buruk, kemampuan menjaga perilaku ketaatan moral dan lain-lain.
Untuk memperkuat hakekat manusia sebagai makhluk multidimensional, maka Notpnagoro ( Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) menambahkan bahwa secara kodrati peserta didik merupakan sosok manusia yang memiliki aneka macam kodrat yaitu kedudukan kodrat, susuna kodrat, dan sifat kodrat. Dari segi kedudukan kodrat, manusia bisa disebut sebagai makhluk yang berdiri sendiri di satu sisi dan makhluk ber-Tuhan di sisi yang lain. Segi susuna kodratnya, manusia merupakan makhluk yang tersusun atas jiwa dan raga. Adapun dari segi sifat kodratnya, manusia merupakan makhluk individu di satu sisi dan makhluk sosial di sisi yang lain.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
Istilah pertumbuhan pada diri peserta didik diartikan sebagai bertambahnya tinggi badan, berat badan, semakin efektifnya fungsi-fungsi otot tubuh dan organ fisik, organ panca indera, kekekaran tubuh, dan lain-lain yang menyangkut kemajuan aspek fisik. Sedangkan istilah perkembangan diartikan sebagai semakin optimalnya kemajuan aspek psikis peserta didik seperti kemampuan cipta, rasa, karsa, karya, kematangan pribadi, pengendalian emosi, kepekaan spiritualitas, keimanan dan ketaqwaan. Menurut Hurlock (1992) perkembangan adalah serangkaian perubahan agresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Banyak teori dari para ahli yang menjelaskan bagaimana proses dan pentahapan pertumbuhan dan perkembangan pada peserta didik dimulai dari masa anak-anak sampai dewasa. Masing-masing tahap merupakan masa peka peserta didik terhadap kebutuhan tertentu yang membutuhkan perlakuan yang sesuai dari pendidik. Masa peka ini dikemukakan pertama kali oleh Maria Montessori (E.M. Standing, 1988) dengan istilah “sensitive periods”. Tugas pendidik adalah kewajiban mengenali masa peka yang ada pada diri peserta didik yang kemudian memberikan pelayanan dan perlakuan yang tepat.
Tahap-tahap perkembangan yang mengandung masa peka pada diri peserta didik tersebut telah banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti Aristotles, Kretschmer, Sigmund Freud, Jean Piaget, Johann Amos Comenius, dan Jean Jaques Rousseau. Mereka telah mengemukakan gagasannya bagaimana proses dan tahap-tahap perkembangan ada diri peserta didik. Dalam bukunya Crowadn crow (Sutari Imam Barnadib,1995), kita mengenal beberapa usia perkembangan, diantaranya adalah:
a.       Usia kronologis
b.      Usia kejasmanian
c.       Usia anatomis
d.      Usia kejiwaan
e.       Usia pengalaman
Charlotte Buhler mengemukakan bahwa perkembangan yang etrjadi pada peserta didik berlangsung melalui tahap-tahap, yaitu:
(a)    Masa permulaan
(b)   Masa penanjakan sampai kira-kira umur 25 tahun
(c)    Masa puncak masa hidup pada umur 25 sampai 50 tahun
(d)   Masa penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat
(e)    Masa akhir kehidupan.
Namun oleh Buchler, meskipun kemunduran biologis nyata terjadi, tetapi belum dapat ditentukan apakan juga ada kemunduran fungsi psikhisnya. Terhadap semua hal yang telah digambarkan ada lima asas perkembangan pada diri peserta didik menurut Sutari Imam Barnadib (1995):
a.       Tubuhnya selalu berkembang sehingga semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan kepribadiannya.
b.      Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, hal ini menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang bertanggung jawab.
c.       Anak membutuhkan pertolongan dan perlindungan serta membutuhkan pendidikan untuk kesejahteraan anak didik.
d.      Anak mempunyai daya berekspresi, yaitu kekuatan untuk menemukan hal-hal baru di dalam lingkungannya dan menuntut pendidik untuk memberi kesempatan kepadanya.
e.       Anak mempunyai dorongan untuk mencapai emansipasi dengan orang lain.
Para ahli terdahulu telah membuat teori peserta didik dengan orientasi beragam. Teori yang berorientasi biologis secara klasik dikenal dengan penganut faham nativisme, yakni faham yang menitikberatkan pada factor genotype.  Perkembangan manusia dilihat sebagai pemasakan organisme/ pemekaran dari master plan yang dibawa sejak lahir. Kemudian muncul teori yang berorientasi pengalaman yang dikenal dengan Empirisme. Teori lingkungan pengembangan dari faham empirisme adalah faham naturalism yang intinya menyebut bahwa penentu perkembangan adalah alam. Sedangkan teori yang merupakan gabungan dari kedua diatas adalah yang berorientasi pada interaksi yaitu faham Interaksionisme yang dikenal juga dengan teori convergency. Teori yang disebut terakhir memiliki anggapan bahwa setiap tingkah laku merupakan hasil konvergensi factor bawaan dan factor lingkungan. Berikut ini diuraikan lebih lengkap untuk masing-masing teori sebagai berikut:
a.      Nativisme
Dipelopori oleh Schopenhauer (1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi manusia sejak lahir sudah dikarunia oleh bekal bakat-bakat dan potensi baik serta buruk. Pengaruh dari factor eksternal dianggap tidak akan mempengaruhi. Menurut teori ini, anak yang sudah membawa potensi jahat nantinya akan menjadi manusia jahat, sebaliknya anak akan membawa potensi baik akan menjadi baik pula. Oleh karena itu, yang akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah factor dari dalam yaitu potensi baik buruk tersebut, sedangkan factor luar berupa pengalaman dari lingkungan tidak akan mmepengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Istilah Nativisme berasal dari kata native yang berarti adalah terlahir. Yaitu terlahir dengan bekal tertentu yang berupa aneka potensi. Sehingga teori nativisme merupakan teori yang menganggap bahwa pertumbuhn dan perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh factor pembayaannyayaitu aneka potensi.
b. Empirisme
Teori empirisme bertolak dari tradisi Lockean yang lebih mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia termasuk dalam proses pendidikan.Teori yang dipelopori oleh John Locke ini berpendapat bahwa perkembangan anak tergantung dari pengalamannya,sedangkan pembawaannya tidak penting.John Locke merintis aliran baru yang dikenal dengan teori “Tabula Rasa” yang beranggapan bahwa anak terlahir kedunia bagaikan kertas putih.Istilah lain dari aliran empirisme adalah environmentalisme,sebab aliran ini menekankan pengalaman empiris yang berupa rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan (environtmen).
Teori ini oleh pemikir-pemikir berikutnya banyak dikritik dan dikoreksi,karena teori ini dianggap berat sebelah yang hanya mementingkan faktor pengalaman semata tanpa memperhatikan faktor bakat individu.Beberapa tokoh yang mengoreksi teori empirisme namun masih mengikuti prinsip teori ini bahwa manusia adalah mahluk yang pasif dan dapat dimanipulasi melalui modifikasi tingkah laku adalah B.F.Skinner,Ivan Pavlov,Thorndike,dan J.B Watson. Pandangan yang menekankan peranan stimulus (rangsangan) terhadap perilaku seperti “Classical conditioning” atau “respon learning” oleh Pavlov (1849-1936) di Rusia dan Watson (1878-1958) di Amerika Serikat.
c. Naturalisme
Teori ini hamper sama dengan aliran nativisme diatas,karena keduanya sama-sama berasumsi bahwa anak terlahir sudah memiliki pembawaan.Teori Naturalisme dipelopori oleh Jean Jaques Rousseau (1712-1778) yang berpendapat bahwa anak sejak lahir sudah membawa potensi baik.Adapun akhirnya ia menjadi jahat disebabkan oleh pengaruh-pengaruh negatif dari masyarakat yang sudah rusak atau jahat.
Agar anak tetap menjadi baik dan tidak berubah menjadi jahat,maka anak tersebut sejak kecil harus dipisahkan dari pengaruh masyarakat.Karena masyarakat pada dasarnya sudah berubah menjadi berwatak jahat,bobrok,sarang dari banyak kriminalitas,korupsi dan lain lain.Oleh karena itu supaya anak tidak terpengaruh dengan semua kejelekan itu,maka anak harus dijauhkan dari masyarakat.Akibat pandangan yang begitulah maka aliran naturalismedari J.J Rousseau ini juga dikenal dengan teori Negativisme.
d. Konvergensi
Teori ini mencoba mensintesiskan teori-teori yang telah disebut diatas.Teori yang dipelopori oleh Willian Stern (1871-1939) ini beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu disamping dipengaruhi oleh fakto-faktor internal yaitu potensi yang dibawa sejak lahir juga dipengaruhi oleh pengalaman. Faktor internal (sebagaimana dijelaskan oleh Nativisme dan Naturalisme) serta faktor eksternal (sebagaiman dituturkan oleh Empirisme) sama-sama memperoleh peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Teori ini disebut sebagai teori konvergensi dikarenakan menggabungkan aliran-aliran sebelumnya menjadi memusat kesatu titik (konvergen).Oleh karena itu,implikasi dari teori ini adalah : (1) pendidikan mungkin dilaksanakan (2) pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah potensi yang buruk atau kurang baik (3) yang membatasi pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Jean Piaget mengembangkan teori interaksi dengan penjelasan sebagaimana gambar berikut :

 







F.G (Faktor Genetik),F.L (Faktor Lingkungan), P (Person atau Pribadi)
Gambar -2 : Dinamika Perkembangan Anak
Dalam hal ini Piaget ingin menjelaskan pribadi anak/peserta didik yang semula masih belum berkembang dengan dilambangkan F.G. kemudian mengalami perkembangan menjadi yang lebih baik yang dilambangkan dengan P1,P2,P3 dan seterusnya setelah secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan yang dilambangkan dengan F.L.
Variasi pemikiran dalam teori interaksi adalah munculnya teori Norm of  Reaction.Menurut Hirsch,tokoh pemikir teori ini,bahwa genotype merupakan bagian sifat bawaan yang potensial dan tidak langsung kelihatan.Ia merupakan rentang potensi (range of potensial outcomes).Genotype dapat berkembang tergantung dari faktor lingkungan (environment) dan saat tepat (timing) terjadinya interaksi antara keduanya.Genetik menentukan batas sosial seseorang.Adapun hasil perkembangan seseorang dapat bergerak kearah batas atas atau batas bawah.Tokoh teori konvergensi yang bernama William Stern menyebut teori ini dengan istilah rubber band hypothesis.
Pada bagian lain tokoh lain seperti Lerner dan Spanier menyebut bahwa perkembangan yang dialami oleh peserta didik sebagai interaksi dinamis antara empat bidang yaitu: historis,biologis,psikologis, dan sosiokultural. Sedangkan Bandura menyebut perkembangan tersebut merupakan hasil interaksi dinamis antara tiga bidang yang mencakup : B (behavior), E (environment), dan P (Person).
Menyimak argumentasi dari teori konvergensi dengan pengembangannya inilah,dalam dunia pendidikan teori ini telah dianut oleh banyak kalangan. Serta berangkat dari teori ini akhirnya banyak muncul variasi-variasi strategi dalam pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran. Seperti yang dijelaskan oleh Umar Tirtarahardja dan La Sulo (1994) aneka variasi strategi tersebut dikenal dengan nama strategi fenomenologis,strqategi behavioral,dan strategi psikodinamik.
4. Teori Perkembangan Fisik Peserta Didik
Teori perkembangan fisik peserta didik dikemukakan oleh Gasell dan Ames (1940) serta Illingsworth (1983). Perkembangan fisik mencakup berat badan,tinggi badan,termasuk perkembangan motorik. Dalam pendidikan,pengembangan fisik anak mencakup pengembangan : kekuatan (strength),ketahanan (endurance),kecepatan (speed),kecekatan (agility),dan keseimbangan (balance).
Menurut Gasell dan Ames (1940) serta Illingsworth (1983)yang dikutip oleh Slamet Suyanto (2005),perkembangan motorik peserta didik pada usia dini mengikuti delapan pola umum sebagai berikut :
a. Continuity (keberlanjutan),yakni suatu perkembangan yang dimulai dari yang sederhana kearah yang lebih kompleks sejalan dengan bertambahnya usia anak.
b. Uniform sequence (kesamaan tahapan),yakni suatu perkembangan yang memiliki tahapan sama untuk semua anak,meskipun kecepatan tiap anak untuk mencapai tahapan tersebuit berbeda.
c. Maturity (kematangan),yakni suatu perkembangan yang ada pada peserta didik yang dipengaruhi oleh perkembangan sel syaraf.Semua sel syaraf telah terbentuk semenjak anak lahir meskipun proses mielinasinya masih terus berlangsung sampai beberapa tahun kemudian.
d. Form general to specific process (proses dari umum ke khusus),yakni suatu perkembangan yang dimulai dari gerak yang bersifat umum kepada gerak yang bersifat khusus.Gerakan secara menyeluruh dari badan terjadi terlebih dahulu baru kemudian gerakan bagian-bagiannya.Hal ini dikarenakan otot-otot besar (gress muscles) berkembang lebih dahulu daripada otot-otot halus (fine muscles).
e. Dari gerak refleks bawaan kearah terkoordinasi,yakni suatu perkembangan yang dimiliki peserta didik yang dimulai dari gerak refleks bawaan yang dibawa sejak lahir kedunia kepada aneka gerak yang terkoordinasi dan bertujuan.
f. Chepalo-caudal direction,yakni suatu perkembangan yang ditandai dengan bagian yang mendekati kepala berkembang lebih cepat daripada bagian yang mendekati ekor.Otot pada leher berkembang lebih dahulu daripada otot kaki.
g. Proximo-distal,yakni suatu perkembangan yang ditandai dengan bagian yang mendekati sumbu tubuh berkembang lebih dahulu daripada yang lebih jauh.
h. From bilateral to crosslateral coordinate,yakni suatu perkembangan yang dimulai dari koordinasi organ yang sama berekembang lebih dahulu sebelum bisa melakukan koordinasi organ bersilangan.
5. Teori Perkembangan Biologis Peserta Didik
Teori perkembangan biologis peserta didik banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Aristoteles, Kretschmer, dan Sigmund Freud. Kalau Aristoteles dan Kretschmer dalam melihat perkembangan peserta didik lebih pada tahap-tahap perkembangan fisik, tetapi Sigmund Freud lebih melihat pengaruh perkembangan fisik terhadap tahap-tahap perubahan perilaku libido seksual (psikoseksual)
Perkembangan peserta didikmenurut Sigmund Freud (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) dimulai dari sejak lahir sampai kira-kira umur 5 tahun melewati fase yang terdiferensiasi secara dinamik. Selanjutnya berkembang sampai umur 12 atau 13 tahun mengalami masa stabil yaitu fase laten. Dinamika mulai bergejolak lagi ketika masa pubertas datang sampai berumur 20 tahun, kemudian berlanjut pada masa kematangan. Secara lebih jelas dapat dicermati lebih lengkap sebagai berikut :
Umur (tahun)
Fase perkembangan
Perubahan perilaku
0,0 - 1,0
Masa oral
Mulut merupakan daerah poko aktivitas dinamik
1,0 - 3,0
Masa anal
Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan kotoran
3,0 - 5,0
Masa felis
Alat kelamin merupakan daerah organ terpenting
5,0 - 13,0
Masa laten
Impuls-impuls atau dorongan-dorongan cenderung terdesak dan menghadap ke dalam bawah sadar
13,0 - 20,0
Masa pubertas
Impuls-impuls mulai menonjol dan muncul kembali. Apabila bisa dipindahkan dan disublimasikan oleh das ich dengan baik, maka ia bisa sampai pada masa kematangan
20,0 ke atas
Masa genital
Individu yang sudah mencapai fase ini telah menjadi manusia dewasa dan siap terjun dalam kehidupan masyarakat luas
                                                              
Gambar-3 : tahap perkembangan peserta didik menurut Sigmund freud

6. Teori Perkembangan Intelektual Peserta Didik
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif peserta didik adalah Jean Piaget (1896-1980).
Piaget adalah seorang tokoh yang amat penting dalam bidang psikologi perkembangan. Teori-teorinya dalam psikologi perkembangan yang mengutamakan unsur kesadaran (kognitif) masih dianut oleh banyak orang sampai sekarang. Aneka teori, metode dan bidang penelitian yang dilakukan piaget dianggap sangat orisinil, tidak sekedar melanjutkan hal-hal yang sudah lebih dulu ditemukan orang lain.
Dalam teori perkembangan intelektual, Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang psikologi tetapi juga sangat besar pengaruhnya di bidang pendidikan. Menurut teori ini, perkembangan intelektual peserta didik melaui tahap-tahap, setiap tahap perkembangan dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor peserta didik berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988). Menurut jean piaget (Dahar, 1989) bahwa pengetahuan yang didapat oleh peserta didik dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyerap informasi baru dalam pikirannya. Sedangkan, proses akomodasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersesbut mempunyai tempat dalam struktur pikiran(Ruffendi, 1988).
Menurut jean piaget, perkembangan intelektual peserta didik berlangsung dalam emat tahap, yaitu : (a) tahap sensori motor, (b) tahap pra-operasional, (c) tahap operasional kongkrit, dan (d) tahap operasional formal. Hal ini dapat dicermati lebih lengkap sebagai berikut :

Umur (Tahun)
Fase Perkembangan
Perubahan perilaku
0,0 – 2,0
Tahap sensori motor
Kemampuan berfikir pserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah ‘menangis’. Memberi pengetahuan pada mereka pada usia ini tidak dapat hanya sekedar menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak.
2,0 – 7,0
Tahap pra-operasional
Kemampuan skema kognitif masih terbatas, suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu merespons terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif.
7,0 – 11,0
Tahap operasional kongkrit
Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatnya bervariasi. Sudah mampu brpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
11,0 -14,0
Tahap operasional formal
Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berpikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan. Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, peserta didik akan mampu mempelajari materi pelajarannya yang abstrak seperti agama, matematika, dan lainnya

Berdasarkan teori perkembangan dari jean piaget tersebut, dapat diketahui 3 dalil pokok piaget dalam kaitannya dengan tahap erkembangan intelektual. Ruffendi (1988) menyebutkan sebagai berikut :
1.      Bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan tersebut dan dengan urutan yang sama.
2.      Bahwa tahap-tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental(pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
3.      Bahwa gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
7. Teori Perkembangan Sosial Peserta Didik
Salah seorang tokok psikologi perkembangan yang merumuskan teori perkembangan sosial peserta didik adalah Erik Homburger Erickson yang lahir di Frankfurt, Jerman pada tahun 1902. Erikson belajar psikologi pada Anna Freud di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu 1927-1933. Pada tahun 1933 Erickson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa. Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga negara tersebut, dimana ia sempat mengajar di beberapa universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley.
Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erickson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya adalah (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1954), dan Identity: Youth and Crisis (1968). Berikut ini teori perkembangan sosial menurut Erickson yang tergambar pada tahap-tahap perkembangan anak sebagai berikut:
Umur
(Tahun)
Fase Perkembangan
Perubahan
Perilaku
0,0 – 1,0
Trust vs Mistrust
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri kepada orang lain.
2,0 – 3,0
Autonomy vs Shame
Tahap ini bisa dikatakan sebgai masa pemberontakan anak atau masa nakalnya. Pada masa ini anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif). Pada saat ini anak mudah terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya.
4,0 – 5,0
Inisiaive vs Guilt
Mereka banyak bertanya dalam segala hal, sehingga terkesan cerewet. Mereka juga mengalami perkembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Perkembangan lain yang harus tercipta adalah perkembangan diri terutama yang berhubungan dengan jenis kelamin. Fase ini menjadi penting karena umumnya anak mulai merasakan secara psikologis penaruh dari jenis kelaminnya. Anak laki-laki cenderung lebih sayang kepada ibu dan anak perempuan cenderung lebihsayang kepada ayah.
6,0 – 11,0
Industry vs Interiority
Mereka sudah bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah dan termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
12,0 – 18/20
Ego-identity vs Role on fusion
Manusia mencari identitas dirinya. Anak yang sudah beranjak menjadi remaja mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di masyarakat. Namun masih belum bisa mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang berbeda.
18/19 – 30
Intimacy vs Isolation
Manusia sudah mulai siap menjalin hubungan yang intim dengan orag lain, membangun bahtera rumah tangga bersama calon pilihannya.
31 – 60
Generativity vs stagnation
Tahap ini ditandai denga munculnya kepedulian yang tulus terhadap sesama.
60 ke atas
Ego Integrity vs Putus asa
Manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.



8. Teori Perkembangan Mental Peserta Didik
Lev Vygotsky salah satu tokoh pencetus teori perkembangan mental peserta didik. Pendapatnya hampir sama seperti Jean Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan, yaitu apa yang diketahui siswa bukanlah hasil kopi dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tetapi sebgai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa.
Sumbangan penting yang diberikan Vygotsky dalam pembelajaran adalah konsep zone of proximal development (ZPD) dan scaffolding. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam jangkauan kemampuannya. ZPD adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky lebih yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerjasama atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap ke dalm individu tersebut (Slavin, 1994).
Sedangkan konsep scaffolding berari memberikan kepada siswa sjumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran.,kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tangung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1995).

Ada dua implikasi utama teori Vigotsky dalam pendidikan (Howe and Jones, 1993). Pertama, perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit da saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua, Pendekatan Vigotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, yakni dengan semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggungjawab terhadap pembelajaran sendiri. Jadi menurut Vigotsky siswa perlu belajar dan bekerja secara kelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dengan lainnya disertai adanya bantuan guru terhadap para siswa tersebut dalam kegiatan pembelajaran.