Kelas Nusa

Kelas Nusa
Kelas Nusa : Kita Semua adalah Inspirasi

Tuesday, 30 July 2013

Jangan Malu jadi Mahasiswa PGSD!


Hallo Temann, kali ini saya akan membagikan tulisan yang luar biasa nih. Kenapa luar biasa? baca aja ya, pas banget kalau kalian sedang kuliah dijurusan PGSD apalagi kalau kalian baru masuk PGSD ini akan menambah motivasi kalian kuliah di PGSD. Bukan tulisan saya sendiri memang, tapi lebih banyak  persis seperti yang ada dibenak pikiran saya dan yang saya alami selama menjadi Mahasiswa PGSD, bukan maksud plagiasi cuma ingin membagikan sesuatu yang bermanfaat aja. Semoga berkenan. :D Keep Smile...hehehe

Dari : Kharissa Widya Kresna

      PGSD? Sering kali itulah yang ada dalam benak teman-teman kalau bicara tentang jurusan PGSD. Kenapa? Karena mindset teman-teman sudah terpatri bahwa PGSD nantinya hanya akan menjadi guru SD. Guru SD yang tiap harinya berkutat dengan anak-anak usia 7-12 tahun yang sangat badung. Guru SD yang gajinya sedikit. Guru SD yang harus berurusan dengan semua tetek bengek sekolah yang menyebalkan. Dimata sebagian besar rakyat Indonesia, guru SD adalah profesi yang tidak bergengsi.
     Namun semua mindset itu mulai goyah ketika ada isu dari pemerintah yang menyebutkan bahwa kesejahteraan guru SD akan sangat diperhatikan dimasa mendatang. Mulai-lah para orangtua berbondong-bondong menyuruh (baca: menyarankan) anaknya untuk mengambil jurusan ini. PGSD menjadi jurusan yang popular di masyarakat. Puluhan ribu fresh graduate dari SMA menyerbu jurusan ini. Sayangnya, yang tau hal-hal semacam ini juga hanya para pendahulu kita yang profesinya bersenggolan dengan dunia pendidikan. Dimasyarakat biasa, tetap saja profesi guru SD adalah suatu hal yang kurang membanggakan.
     Lebih lanjut, jurusan yang nantinya mencetak pendidik awal generasi penerus bangsa ini tetap saja ‘terpinggirkan’. Kenapa begitu? Karena dimata mahasiswa dari jurusan lain, mahasiswa PGSD adalah mahasiswa yang kurang modis. Bahkan, pada beberapa universitas yang memisahkan kampus PGSD-nya dari kampus utama gap social ini semakin terasa. Setiap kali menjejakkan kaki di kampus utama, langkah mahasiswa PGSD diiringi tatapan aneh dari teman-teman diluar jurusan PGSD. Tentu tidak semua seperti itu. Ada juga yang menghargai perbedaan. Tapi untuk mahasiswa gaul diluar sana, PGSD bukan termasuk mahasiswa yang bisa disebut keren.
     Dari berbagai fenomena inilah, maka banyak sekali mahasiswa jurusan PGSD menjadi tidak bangga menjadi bagian jurusan mereka. Mereka mengambil jurusan ini hanya atas dorongan orangtua dengan mempertimbangkan gaji jika sudah menjadi PNS nanti. Itu juga tidak salah. Orangtua mana yang ingin menyesatkan anaknya?
Tapi kawan, PGSD sebenarnya bukan hanya jurusan pendidikan guru, tetapi juga sekolah kepribadian. Kenapa begitu? Karena ketika kita menapakkan kaki di PGSD, untuk 4 tahun mendatang kita akan digodog menjadi pribadi yang santun dan bermasyarakat. Mahasiswa PGSD lebih bisa melihat situasi masyarakat yang ada. Karena mereka memang nantinya kembali pada masyarakat lapisan menengah kebawah. Karena mahasiswa PGSD nantinya berjuang ditengah-tengah dinamika masyarakat yang hingga saat ini aspirasinya belum tersalurkan. Dan yang lebih penting, mahasiswa PGSD menjadi tonggak perbaikan bangsa karena mereka-lah yang menyiapkan generasi muda penerus negara ini.
     Karena tugasnya yang berat inilah, mahasiswa PGSD digembleng dengan berbagai kegiatan yang membentuk karakter mereka. Mulai dari rangkaian kegiatan kepramukaan yang melelahkan, sampai pada kegiatan perkuliahan yang mengharuskan mereka berlatih berbicara di depan orang banyak, termasuk berlatih memanagemen banyak orang didalam satu ruangan. Hal-hal seperti inilah yang baik disadari atau tidak juga membentuk karakter mereka. Secara tidak langsung, mereka telah mempersiapkan diri mereka sekaligus membangun kembali karakter manusia Indonesia yang seutuhnya. PGSD yang notabene ‘terpinggirkan’ justru adalah salah satu elemen penting pembangun bangsa.
     Alasan lain adalah, kuliah di PGSD secara tidak langsung mendidik kita baik dari cara berpakaian, cara bicara, hingga cara bergaul dalam masyarakat maupun sesama teman. Kita tanpa sadar telah terbiasa berpenampilan dan bergaul di masyarakat sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Masyarakat dan juga dosen-dosen dari jurusan lain bahkan mengakui bahwa ketika mahasiswa diterjunkan dalam masyarakat, mahasiswa PGSD adalah mahasiswa yang lebih mudah beradaptasi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
     Mahasiswa PGSD adalah seorang generalis, terspesialisasi dalam kemahirannya di salah satu bidang, misalnya tari, music, karya ilmiah, penelitian, cabang olahraga, dan bidang lainnya. Sehingga modal jurusan ini untuk bisa berkembang sangat mumpuni. Keuntungan mahasiswa PGSD yang generalis sudah teraih,  dan masih pula mendapat fasilitas untuk mendalami spesifikasi tertentu. Jika seorang generalis ‘banyak tahu’ dalam artian mengerti banyak hal tapi dangkal, seorang spesialis ‘tahu banyak’ dalam artian sedikit hal tetapi dalam. So, tugas mahasiswa PGSD yaitu menjadi ‘GEN SPESIAL’. Mengerti banyak hal dan dalam. (Siron, 2012)
Jadi? Jangan malu jadi mahasiswa PGSD!

Tuesday, 16 July 2013

Perkembangan Intelektual Peserta Didik

2.1 Pengertian Intelektual Peserta Didik
Istilah  intelek berasal dari bahasa intellect yang berarti 1. Proses kognitif berpikir, daya menghubungkan serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan, 2. Kemampuan mental atau intelegensi (caplin,1981,252). Masyarakat umum  mengenal intelegensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan problem.
Banyak pengertian intelegensi yang dikemukakan oleh para ahli .L.M Terman menyatakan bahwa intelegensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak. Terman membedakan antara kemampuan (ability) yang berhubungan dengan hal-hal yang konkret dan yang abstrak. Orang dikatakan intelegen jika orang tersebut dapat berpikir abstrak dengan baik.
Sedangkan D.Wechsler mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak terarah atau bertujuan berpikir secara rasional serta dapat menghadapi lingkungan dengan efektif (Azwar,1996,7).
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ahli intelegensi, dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah kemampuan relative untuk melakukan fungsi mental, meliputi penalaran, pemahaman, mengingat, mengaplikasikan gambar. (Fuherman.1990:286)
Dalam mengkaji intelegensi paling tidak ada dua pendekatan yang biasa dipakai yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif/perkembangan. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada intelegensi dari sisi psikometris dan struktur intelegensi. Pendekatan psikometris memandang intelegensi sebagai sesuatu yang statis yaitu serangkaian kemampuan yang dapat diukur. Sedangkan pendekatan perkembangan menekankan perkembangan secara kualitatif dalam proses berfikir didasarkan pada pengaruh kematangan dan lingkungan.
Dalam arti sempit intelegensi didasarkan pada intelegensi operasional, termasuk pada taraf-taraf bercirikan intelegensi tertentu. Perkembangan kognisi menurut Piget dapat dibagi menjadi beberapa stadium. Hal ini berarti fungsi kognitif pada umur yang berbeda akan jelas dibedakan satu sama lain. Stadium yang berurutan ini menunjukan kemungkinan kognitif dari yang sebelumnya belum ada. Stadium atau tahap perkembangan kognisi tersebut adalah :
a.         Tahap sensomotorik/instingtif (0-2 tahun)
Tahap ini merupakan masa dimana segala tindakan tergantung melalui pengalaman indrawi. Anak melihat dan meresapkan apa yang terjadi, tetapi belum mempunyai cara untuk mengkatagorikan pengalaman itu.

b.         Tahap praoperasional/intuitif (2-7 tahun)
Dalam tahap ini individu tidak ditentukan oleh pengamatan indrawi sja tetapi oleh intuisi. Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, membaca, menyanyi. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini adalah intuisi (gerak hati). Pada tahap ini anak suka berkhayal. Intuisi membebaskan mereka dan semaunya berbicara, tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Contohnya adalah ketika anak berbicara sendiri.
c.         Tahap konkret operasional (7-11 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memahami hubungan fungsional, karena mereka sudah menguji coba permasalahan. Cara berpikir anak masih konkret belum menangkap yang abstrak.
d.         Tahap format operasional (11 tahun keatas)
Pada tahap ini individu mengembangkan pikiran formalnya. Mereka bisa mencapai logika dan rasio. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberikan akibat yang lebih positif.

2.2 Hubungan Intelegensi dan Prestasi Belajar
Orang yang mempunyai intelegensi tinggi adalah orang yang memiliki dan dapat menggunakan intelegensi dan kognisinya dengan baik. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi diharapkan memiliki cara berpikir yang logis, cepat, mempunyai kemampuan abstraksi  yang baik, mampu mendeteksi, menafsirkan, menyimpulkan, mengevaluasi dan mengingat, menyelesaikan masalah dengan baik, bertindak terarah sesuai dengan tujuan, dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan yang baru, dsb.
 Apabila dikaitkan dengan prestasi belajar maka intelegensi merupakan salah satu factor yang menentukan dan menunjang prestasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hubungan yang sistematis antara intelegensi dan prestasi belum dapat dinyatakan secara konklusif atau pasti. Hal ini mengisaratkan bahwa pada situasi tertentu prestasi belajar ditentukan oleh intelegensi namun masih banyak factor lain yang ikut berperan.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Secara umum ada dua factor yang mempengaruhi perkembangan intelek yaitu factor bawaan dan factor lingkungan.
a.         Factor bawaan (hereditas)
Sejak terjadinya konsepsi individu telah membawa gen-gen yang berasal dari ayah dan ibu. Sebagian dari gen tersebut memiliki sifat-sifat yang akan menentukan daya kerja intelektualnya. Jadi secara potensial individu telah membawa kemungkinan apakah ia akan mempunyai kemampuan normal, dibawah normal atau diatas normal. Potensi ini akan berkembang akan terwujud secara optimal apabila lingkungan memberikan kesempatan untuk berkembang.
b.         Factor lingkungan
1.         Lingkungan prenatal
Kondisi prenatal yang tidak baik dapat mengganggu perkembangan individu. Malnutrisi dan kekurangan gizi yang dialami ibu selama hamil dapat mengakibatkan kerusakan otak pada janin (Hurlock, 1996:41) yang selanjutnya dapat menyebabkan kesulitan belajar terutama dalam hal ketidakmampuan membaca.
2.         Lingkungan pasca kelahiran
a.         Keluarga
Sesudah lahir ke dunia, keluarga merupakan tempat pertama individu “mengenal dan mempelajari dunia”. Keluarga merupakan sumber pengalaman dan informasi. Disamping itu keluarga juga menjadi tumpuan anak untuk dapat memuaskan segala kebutuhan baik fisik maupun psikis. Gizi yang cukup sangat diperlukan untuk membantu perkembangan otak sehingga daya kerja intelektualnya akan maksimal.
b.         Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang memberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak, termasuk perkembangan intelektualnya. Sarana dan prasarana pendidikan yang memadai merupakan kebutuhan yang vital bagi pengembangan intelektual siswa.
Hereditas dan lingkungan saling berinteraksi dalam mempengaruhi performansi. Dengan kata lain, hereditas menentukan apa yang dapat kita lakukan sedangkan lingkungan menentukan apa yang akan kita lakukan. Dengan demikian,perbedaan individu akan terjadi karena adanya variasi dari hereditas dan lingkungan.

2.4 Usaha-Usaha Untuk Membantu Mengembangkan Kemampuan Intelektual Anak Dalam Proses Pembelajaran
A.  Orangtua                   
Orangtua dapat berperan dalam mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui usaha-usaha sebagai berikit :
1.         Orangtua diharapkan memberikan stimulasi mental yang cukup
2.         Memberi dorongan, semangat, serta meningkatkan perasaan mampu anak

3.         Menyediakan sarana dan prasarana belajar yang memadai, menciptakan situasi rumah yang kondusif untuk belajar
4.         Member gizi yang cukup
B. Sekolah
1. menyediakan sarana dan prasarana atau fasilitas belajar mengajar yang memadai
2. Menerapkan system pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Termasuk didalamnya mempertimbangkan adanya perbedaan individual peserta didik.
3. Memberi kesempatan peserta didik untuk learning by doing ( belajar sambil mengerjakan) atau praktek nyata, tidak hanya diberi teori saja.
4. Menciptakan situasi belajar mengajar yang membuat peserta didik mempunyai kebebasan dan keaamanan psikologis.
C. Pemerintah
1. Adanya system pendidikan yang berkualitas dan relative stabil, karena system pendidikan yang berubah ubah akan berdampak tidak baik bagi pendidik maupun peserta didik dan bisa mengakibatkan underachiever ( monks. Dkk. 1999:234)

2. Menetapkan kurikulum yang tidak terlalu sarat muatan karena dapat menimbulkan akibat buruk bagi peserta didik, seperti stress, tak bergairah dan motivasi menurun.

Pancasila Sebagai Nilai Dasar Kehidupan Bangsa dan Negara Republik Indonesia


2.1  Pengertian Nilai, Moral dan Norma
1.      Nilai dan Nilai Dasar
Menurut Suyitno, nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi. Nilai mau dilaksanakan dan mendorong kita untuk bertindak. Nilai mengarahkan perhatian serta minat kita, menarik kita keluar dari kita sendiri ke arah apa yang bernilai.nilai berseru kepada tingkah laku dan membangkitkan keaktifan kita. (Suyitno, 1984 : 11-13)
Pendapat lain menyatakan bahwa, nilai adanya ditentukan oleh subjek dan objek yang dinilai.
Bagi aliran subyektivisme, adanya nilai tergantung pada subjek yang menilai. Sebaliknya aliran obyektivisme menyatakan bahwa adanya nilai terletak pada objek itu sendiri.
Nilai memiliki tingkatan tertentu, yaitu :
1.      Nilai dasar adalah nilai yang mendasari nilai instrumental, mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tercermin di dalam Pancasila yang secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945. Nilai dasar sifatnya sangat fundamental.
2.      Nilai instrumental merupakan manivestasi dari nilai dasar, berupa pasal-pasal UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya yang berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada masyarakat untuk mentaatinya.
3.      Nilai praksis merupakan penjabaran dari nilai instrumental dan berkaitan langsung dengan kehidupan nyata, yaitu suatu kehidupan yang penuh diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sifatnya cenderung pada hal yang bermanfaat dan menguntungkan.

2.      Moral
Secara etimologis kata moral berasal dari kata mos artinya cara/adat istiadat/kebiasaan, jamaknya mores. Kata moral sama dengan kata etos (Yunani) menurunkan kata etika. Dalam bahasa Arab, moral berarti budi pekerti/akhlak. Dalam konsep Indonesia
Menurut Driyarka, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia, dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. (Driyarkara, 1966 : 25). Norma atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusiadi masyarakat untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan benar.

3.      Norma
Norma dapat diperoleh dari orang tua sejak kita kecil maupun dari lingkungan yang lebih luas  seperti masyarakat setempat, sekolah, umat beragama, pemerintah daerah, negara, dan pers serta media masa lainnya.
Norma secara normatif mengandung arti aturan, kaidah, petunjuk, pedoman yang harus dipatuhi oleh manusia agar perilakunya tidak menyimpang dan tidak merugikan orang lain. Bagi pelanggarnya akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.
Macam-macam norma antara lain :
·         Norma adat sopan santun ialah aturan, kaidah yang telah disepakati sekelompok masyarakat dan pelanggarnya mendapat sanksi adat.
·         Norma hukum ialah suatu kaidah, aturan yang pelaksanaannya dapat dipaksaan dan pelanggarnya dapat ditindak dengan pasti oleh penguasa yang sah dalam masyarakat.
·         Norma moral / norma sosial ialah aturan atau kaidah unruk berperilaku baik dan benar yang berlaku universal. Pelanggarnya mendapatkan sanksi moral.
·         Norma agama ialah kaidah, aturan, petunjuk yang bersumber dari Tuhan lewat Nabi/Rosul untuk mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2.2  Pancasila Sebagai Nilai Dasar dan Makna yang Terkandung di Dalamnya
Pancasila diterima sebagai pandangan hidup dan dasar negara  membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi pengaturan serta penyelenggaraan negara.

1.      Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan Zat Yang Maha Tunggal tiada duanya. Hal ini menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup, berpandangan hidup taat (setia pada perintah dan hormat/cinta kepada Tuhan) dan Taklim (memuliakan Tuhan, memandang Tuhan teragung, tertinggi dan terluhur).
Nilai ini memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan dan saling menghormati dan kerjasama dengan antar umat beragama.

2.      Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bermakna : kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan suatu hal sebagaimana mestinya.
Perwujudan dari sila keempat yaitu pengakuan hak asasi manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

3.      Nilai Persatuan Indonesia
Nilai persatuan Indonesia mengandung arti usaha kea arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina Nasionalisme dalam negara .
         Dalam nilai persatuan terkandung adanya perbedaan-perbedaan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa baik berbedaan bahasa, kebudayaan, adat-istiadat, agama maupun suku. Perbedaan-perbedaan itu bukan untuk diperselisihkan namun justru menjadi daya tarik kea rah kerjasama, kea rah resultante/sintesa yang lebih harmonis sesuai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Dalam membangun kebersamaan sebagai wujud nilai persatuan itu antar elemen yang terlibat di dalamnya, satu sama lain saling membutuhkan-saling ketergantungan-saling memberi yang pada gilirannya dapat menciptakan kehidupan selaras serasi dan seimbang.

4.      Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai sila keempat mengandung makna suatu pemerintahan rakyat dengan cara melalui badan-badan tertentu dala menetapkan sesuatu peraturan di tempuh dengan jalan musyawarah untuk mufakat atas dasar kebenaran dari Tuhan dan putusan akal sesuai dengan rasa kemanusiaan yang memperhatika dan mempertimbangkan kehendak rakyat untuk mencapai kebaikan hidup bersama.
Demokrasi pancasila pahamnya adalah kekeluargaan, kebersamaan. Dalam mewujudkan nilai demokrasi pancasila, semua manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Menghormati dan mentaati keputusan bersama melalui lembaga perwakilan rakyat yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nulai-nilai kebebasan dan keadilan yang mengutamakan kepentingan bangsa.
Nilai  demokrasi di bidang ekonomi  dengan mewujudkan kesejahteraan bersama. Demokrasi keadilan sosial berfungsi memenuhi kebutuhan hidup.

5.      Nilai keadilan social Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Makna yang terkandung di dalam nilai-nilai sila kelima adalah suatu tata masyarakat yang adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah, yang setiap warga negara mendapat segala sesuatu yang menjadi haknya sesuai dengan essensi adil dan beradab.
Wujud pelaksanaannya adalah bahwa setiap warga negara harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan, keserasian, keselarasan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama yaitu:
a.       Keadilan Distributif
Suatu hubungan keadilan dari Negara terhadap warganya, Negara wajib memberikan apa yang telah menjadi hak warganya. Seperti kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
b.      Keadilan komutatif
           Suatu hubungan keadilan antara warga negara satu dan lainnya secara timbal balik. Memperlakukan sesama manusia sebagai pribadi yang sama martabatnya dan wajib memberikan sesama warga masyarakat sesuatu yang telah menjadi haknya.
c.       Keadilan legal/ keadilan untuk bertaat
Suatu hubungan keadilan dari warga Negara terhadap Negara, pihak warga negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara.
Selain keadilan diatas, ada juga dua bentuk keadilan lagi, yaitu:
a)        Keadilan Tuhan
Menyangkut masalah perbuatan dan ganjaran.
b)        Keadilan Lingkungan
Kita wajib menjaga dan melestarikan lingkungan sehinnga memperoleh imbalan yang dihasilkan oleh lingkungan kita.

2.3  Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1. Pengertian Sistem dan Sistem Filsafat
                        “Sistem” dapat didefinisikan sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yang bersama – sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap – tiap bagian merupakan tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu sesuai selaras dengan tata rakit keseluruhan. Tiap – tiap mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan bagian yang lain, namun demikian tugas dan fungsi itu demi kemajuan, memperkuat keseluruhan tersebut.
                        Suatu sistem harus memenuhi lima persyaratan seperti berikut ini:
a.                   Merupakan satu kesatuan utuh dari unsur – unsurnya.
b.                  Bersifat konsisten dan koheren, tidak mengandung kontradiktif.
c.                   Ada hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain.
d.                  Ada keseimbangan dalam kerja sama.
e.                   Semuanya mengabdi pada tujuan yang satu yaitu tujuan bersama.
( Sri Soeprapto Wirodiningrat, 1980 : 94 )
                          Sedangkan “filsafat” berasal dari bahasa Yunani philosophia. Philein berarti cinta, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian secara etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Makna yang lebih luas tentang filsafat yaitu, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat dari segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat mempertanyakan apa hakekat atau esensi dari sesuatu, dengan cara itu jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki.
Pancasila sebagai sistem filsafat berarti bahwa Pancasila merupakan kesatuan pemikiran yang mendasar membawakan kebenaran yang substansial atau hakiki.
Pancasila yang disahkan secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945 itu telah memenuhi syarat sebagai sistem filsafat. Senagai sistem filsafat, Pancasila yang terdiri dari lima itu merupakan satu keseluruhan yang terdiri dari bagian sila – silanya yang bersama – sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap – tiap bagian sila – silanya merupakan tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu sesuai selaras dengan tata rakit keseluruhan Pancasila.
Dalam konteks ontologis, Pancasila sebagai sistem filsafat dimaksudkan bahwa, keberadaan sistem filsafat yaitu kebetulan sila – silanya utuh itu dalah mutlak ada, tidak dapat tidak, dan hakiki. Artinya keberadaan mutlak nilai – nilai Pancasila itu ada dalam adat istiadat budaya dan religi bangsa Indonesia sejak dulu kala.
Dalam konteks epistemologis yang membahas metode keilmuan yang digunakan dalam pembentukan Pancasila sebagai sistem filsafat. Pancasila sebagai sistem filsafat dimaksudkan bahwa keberadaannya diproses dengan metode tertentu yang oleh Notonegoro, metode yang dipergunakan untuk memproses Pancasila itu disebut analitiko sintesa atau induksi (penyimpulan hal – hal dari khusus ke umum). Dengan menggunakan metode ilmiah seperti ini menjadikan Pancasila dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan mempunyai predikat ilmiah berarti Pancasila mempunyai sifat universal dan obyektif.
Dalam konteks aksiologis yang membahas tentang manfaat dari nilai. Pancasila sebagai sistem filsafat ecar keseluruhan bulat utuh mengandung nilai manfaat yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa ini, mengandung manfaat sebagai acuan moral bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, mengandung manfaat untuk dijadikan cita – cita bersama sebagai ideologi bangsa dan negara.
Dalam konteks antropologis, Pancasila sebagai sistem filsafat bertitk tolak pada hakekat kodrat manusia yang “monopluralis” yaitu yang terdiri dari : susunan kodrat monodualis jiwa – raga; kedudukan kodrat monodualis makhluk berdiri sendiri- makhluk Tuhan; sifat kodrat monodualis makhluk individu – sosial. Hakekat kodrat manusia yang demikian itu menjadi landasan kehidupan manusia yang baik secara individu maupun kelompok kebangsaan, yang selalu diarahkan dalam keseimbangan dan keselarasan.
2. Kesatuan Sila – sila Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kelimanya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Masing – masing sila tidak dapat berdiri sendiri, maksudnya sila satu tidak terlepas dari sila yang lain. Kelima sila itu bersama – sama menyusun pengertian yang satu, bulat, dan utuh.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila telah memenuhi persyaratan diantaranya adalah sebagai berikut:
a.                   Sebagai satu kesatuan yang utuh
b.                  Bersifat konsisten dan koheren
c.                   Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain
d.                  Ada kerjasama
e.                   Semua mengabdi pada satu tujuan bersama
Konskuensi logis dari hierarkhis piramidal sila – sila Pancasila tersebut, maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi puncak sila dibawahnya, yaitu : Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dlam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun hubungan antara sila – sila Pancasila itu adalah sebagai berikut (Notonagoro, 1975: 44) :
-          Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila – sila II, III, IV, V.
-          Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, diliputi dan dijiwai oleh sila I dan meliputi serta menjiwai sila – sila III, IV, dan V.
-          Sila Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II, dan meliputi serta menjiwai sila IV, dan V.
-          Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II, III, serta meliputi dan menjiwai sila V.

-          Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi oleh sila I, II, III, IV.

Prinsip Prinsip Manajemen Kelas

Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan manajerial (Depdikbud, 1983 : 9; Entang dan Raka Joni, 1983). Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan peserta didik mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Kegiatan mengajar antara lain seperti menelaah kebutuhan peserta didik, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan, mengajukan pertanyaan, dan menilai kemajuan siswa. Kegiatan manajerial kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana kelas agar kegiatan belajar-mengajar dapat berlangsung secara berkelanjtan. Kegiatan manajerial antara lain seperti mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan peserta didik, memmberikan ganjaran dengan segera, mengembangkan aturan main dalam kegiatan kelompok, penghentian tingkah laku peseerta didik yang menyimpang atau tidak sesuai dengan tata tertib. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar di sekolah dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah yaitu masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas.
Banyak guru yang kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas, sehingga pemecahannya pun menjadi kurang tepat. Masalah manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan manajemen kelas, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan pembelajaran.
Sebagai contoh :
Pak Kusno guru bidang studi PPKN, suatu kali mengajar dengan menggunakan pendekatan dan strategi yang menarik, mengembangkan variasi metode, dan menggunakan variasi media (media pandang-dengar) agar siswa yang enggan mengambil bagian dalam diskusi kelompok tertarik, aktif, dan rajin.
Pemecahan masalah yang dilakukan Pak Kusno sudah barang tentu tidak tepat, sebab membuat pelajaran lebih menarik adalah masalah pengajaran, sedangkan masalah peserta didik yang enggan mengambil bagian di dalam kegiatan kelompok merupakan masalah manajemen kelas. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penarikan diri peserta didik dapat menghalangi tercapainya tujuan khusus pengajaran yang hendak dicapai melalui kegiatan kelompok yang dimaksud. Sebaliknya, hubungan antarpribadi yang baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswatidak dengan sendirinya menjamin proses belajar mengajar akan menjadi efektif. Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen kelas merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar-mengajar yang efektif (Entang dan Raka Joni, 1983)
Walaupun istilah mengajar (teaching) dan pengajaran (instruction) sering digunakan dalam arti yang sama, adalah sangat berguna apabila memandang mengajar sebagai sesuatu yang memiliki dua dimensi yang saling berhubungan, yaitu pengajaran dan manajemen. Mengajar dengan manajemen dapat dibedakan, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran keduanya sulit dipisahkan. Manajemen kelas bermaksud menegakkan dan memelihara perilaku siswa menuju pembelajaran yang efektif dan efisien serta memudahkan pencapaian tujuan pengelolaan. Pengajaran dan manajemen bertujuan menyiapkan atau memproses – yaitu memproses atau menyiapkan perilaku-perilaku guru dan/atau siswa yang diharapkan memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan tertentu (Weber 1993: 1).

Keberhasilan Belajar Siswa
Dibawah ini, adalah gambaran proses pengajaran dan proses manajerial yang masing-masing meliputi empat proses :
No
Proses Pengajaran
Proses Manajerial
1.
Mengidentifikasi tujuan masalah
Menetapkan tujuan manajerial
2.
Mendiagnosis kebutuhan siswa
Menganalisis kondisi yang ada
3.
Merencanakan dan menerapkan aktivitas pengajaran
Memilih dan menerapkan strategi manajerial
4.
Mengevaluasi keberhasilan siswa
Menilai keefektifan manajerial


2,2. Pengertian dan Tujuan Manajemen Kelas
Manajemen dari kata management yang diterjemahkan menjadi pengelolaan.. berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Di pihak lain, Pengelolaan berarti
1) Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain
2) Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan yujuan organisasi
3) Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yyang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencpaian tujuan (Depdikbud,1989)
Dalam arti umum kelas menunjuk pada pengertian sekelompok siswa yang ada pawa waktu yang samamenerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Pengertian umum ini di tunjuk secara didaktis dengan batasan pengertian umum tersebut, Suharsini Arikunto (1986:17-18) mengemukakan tiga persyaratan untuk terjadinya kelas.
Pertama ; sekelompok anak, walaupun dalam waktu yang sama bersama-sama menerima pelajaran, teepi jika bukan pelajaran yang sama dari guru yangsama namanya bukan kelas.
Kedua; Sekelompok anak yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama tetapi dari guru yang berbeda, namanya bukan kelas.
Ketiga; Sekelompok anak yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama tetapi jika pelajaran tersebut diberikan secara bergantian, namanya bukan kelas. Kelas merupakan satu “kesatuan” sekolah terkecil. Di dalam penggunaan istilah kesatuan di dalam kaitan ini mengandung bahwa kelas mempunyai ciri atau karakteristik yang khusus. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap kelas yangterdapat pada satu sekolah mamiliki suasana yang berbeda atau memiliki kondisi yang berbeda. Misalnya pada sati Sekolah Dasar yang memiliki kelas IA, IB, IC tiap-tiap kelas mempunyai kekhususun sendiri-sendiri. Kelas IA adalah kelas yang penuh gaiarah, kompak, siswa-siswanya berprestasi baik. Kelas IB adalah kelas yang tenang dan menyenangkan. Kelas IC adalah kelas yang ramai, tidak kompak dan siswa-siswanya memiliki prestasi rendah.
Berdasar uraian di atas maksud manajemen kelas adalah mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat belaar dengan baik, terus-menerus dan berkelanjutan.
Terdapat sejumlah definisi tentang manajemen kelas berikut ini yang berpangkal pada sudut pandang yangberbeda.
a. Berdasar konsepsi lama dan modern
Menurut konsepsi lama manajemen kelas adalah sebagai upaya untuk mempertahankan keyertiban kelas. Sementara itu menurut konsepsi modern, manajemen kelas adalah proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas. Guru, menurut konsepsi lama , berugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas sehingga individu dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat dan energinya pada tugas-tugas individual (Johnson dan Mary Bani, 1970).
b. Bedasarkan pandangan operasional yang dikemukakan oleh Cooper (1986) dikelompokkan menjadi lima definisi,
Petama, definisi yang memandang bahwa manajemen kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Pandangan ini guru akan bersifat otoratif.
Kedua, Definisi yang didasarkan atas pandangan yang bersifat “permisif”. Pandangan ini menekankan bahewa guru betugas memeksimalkan perwujudan kebebasad kelas.
Ketiga, definisi yang didasarkan pada pandangan proses pengubahan tingkah laku. Menurut pandangan ini tugas gru adalah mengenbangkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak dihaarapkan. Dalam hal ini, guru berfungsi sebagai pembantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yang diharapkan melalui prinsip-prinsip penguatan.
Keempat, definisi yang di dasrkan atas pandangan proses penciptaan iklim sosio-emosonal yang positif di dalam kelas. Aggapan dasar pandangan ini adalah bahwa kegatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa dan antara siswa dan siswa.
Kelima, definisi yang didasarkan pada pandangan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok sebagai kuncinya. Pandangan tersebut menyatakan bahwa kehidupan kelas dalam kelompok memiliki pengaruh yang sangat berarti terhadap kegiatan belajar, kendatipun belajar dianggap sebagai proses individual.
c. Pengertian lain manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahakn untuk mewujudkan suasana belajar-mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswaagar dapat belajar dengan baik. Dengan demikian, manajemen kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan belajar-mengajar secara sistematis. Usaha ssadar itu mengarah pada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar-mengajar dan pegaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Tujuan Manajemen Kelas adalah :
a) Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk belajar dan berbuat lebih baik.
b) Menghilangkan hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran
c) Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perlengkapan belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas.
d) Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.
3.3. Aspek, Fungsi, dan Pengaturan Siswa dalam Manajemen Kelas
Aspek Manajemen Kelas
Aktivitas guru yang terpenting adalah mengelola, mengorganisasi, dan mengkoordinasi usaha atau aktivitas peserta didik menuju tujuan pembelajaran. Mengelola kelas merupakan ketrampilan yang harus dimiliki guru dalam memutuskan, memahami, mendiagnosa dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasana kelas terhadap aspek-aspek manajemen kelas. Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas menurut Johnson dan Bany, 1970 yaitu:
a. Sifat kelas,
b. Pendorong kekuatan kelas,
c. Situasi kelas,
d. Tindakan selektif,
e. Tindakan kreatif,
f. Kondisi kelas.
Kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam manajemen kelas sebagai aspek-aspek manajemen kelas seperti yang tertuang dalam Petunjuk Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996) adalah sebagai berikut:
a. Mengecek kehadiran siswa
b. Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa
c. Mendistribusikan bahan dan alat
d. Mengumpulkan informasi identitas siswa
e. Mencatat data
f. Memelihara arsip
g. Menyampaikan bahan pelajaran
h. Memberikan tugas/PR
Hal-hal yang perlu diperhatikan para guru dalam pertemuan dengan siswa di kelas (Dirjen PUOD dan irjen Dikdasmen, 1996: 13)adalah sebagai berikut ini:
a. Ketika bertemu dengan siswa guru harus:
1) Memberikan salam lalu memperkenalkan diri,
2) Memberikan format isian tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa menulis riwayat hidupnya secara singkat.
b. Guru memberikan tugas kepada siswa
c. Guru mengatur tempat duduk siswa secara teratur.
d. Guru menentukan tata cara berbicara dan tanya jawab.
e. Guru membuat denah kelas atau tempat duduk siswa.
Fungsi Manajemen Kelas
Selain memberikan makna terpenting bagi terciptanya dan terpeliharanya kondisi kelas yang optimal, manajemen kelas berfungsi:
a. Memberikan dan melengkapi fassilitas untuk segala macam tugas seperti membantu kelompok dalam pembagian tugas, membantu pembentukan kelompok, membantu kerja sama dalam menemukan tujuan-tujuan organisasi, membantu individu agar dapat bekerja sama dengan kelompok atau kelas, membantu prosedur kerja, mengubah kondisi kelas.
b. Memelihara agar tugas-tugas itu dapat berjalan lancar.
Pengaturan Siswa dalam Manajemen Kelas
Pengaturan siswa dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok (Entang dan Raka Joni, 1983:12). Suharsimi Arikunto (1986) membedakan dan meninjau pengaturan siswa atas dua sudut pandang sehingga ada dua jenis pengelolaan siswa. Pertama, pengelolaan siswa dalam arti sempit, yang selanjutnya disebut pengelolaan atau manajemen kelas. Kedua, pengelolaan siswa dalam arti luas yaitu pengelolaan siswa termasuk juga urusan di luar belajar.
Tindakan manajemen kelas yang dilakukan oleh seorang guru akan efektif apabila dia dapat mengidentifikasikan dengan tepat hakikat masalah yang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangannya yang tepat pula.
Munculnya masalah individu didasarkan pada anggapan dasar bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok atau masyarakat dan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan–kebutuhan itu tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara yang wajar, individu yang bersangkutan akan berusaha untuk mencapainya dengan cara-cara lain seperti dengan cara tidak baik atau a-sosial (Dreikur, 1968). Lebih lanjut Dreikurs, menyatakan bahwa akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan tindakan siswa seperti berikut :
  1. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors). Gejala yang tampak dari tingkah laku ini adalah siswa membadut di kelas (aktif), atau berbuat dengan serba lamban (pasif) sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.
  2. Tingkah laku yang ingin menujukkan kekuatan (power seeking behaviors). Gejalanya adalah siswa selalu mendebat, kehilangan kendali emotional, marah-marah, menangis (aktif), atau selalu “lupa” pada aturan-aturan penting di kelas (pasif).
  3. Tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors). Gejala yang muncul dari tingkah laku ini adalah tindakan menyakiti orang lain seperti mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya. ( Kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif saja).
  4. Peragaan ketidakmampuan (passive behaviors). Gejalanya adalah dalam bentuk sama sekali tidak mau mencoba melakukan apapun, karena beranggapan bahwa apapun yang dilakukan kegagalanlah yang dialaminya.
Dreikurs dan Cassel (1986) menyarankan adanya penyikapan terhadap tindakan para peserta didik sebagai berikut:
  1. Apabila seorang guru merasa terganggu terhadap perbuatan seorang siswa, maka kemungkinan tujuan siswa adalah untuk mendapatkan paerhatian.
  2. Apabila seorang guru merasa dikalahkan atau terancam, maka kemungkinan tujuan siswa yang bersangkutan adalah ingin menunjukkan kekuasaan.
  3. Apabila seorang guru merasa tersinggung atau disakiti maka kemungkinan tujuan siswa yang bersangkutan mungkin membalas dendam.
  4. Apabila guru benar-benar merasa tidak mampu berbuat apa-apa dalam menghadapi ulah siswa, maka kemungkinan yang dihadapinya adalah peragaan ketidakmampuan.
Keempat kemungkinan cara atau tindakan yang dilakukan individu tersebut mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak seusia sekolah seperti berikut ini :
  1. Pola aktif-konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim dan ambisius untuk mrnjadi super star di kelasnya, dan mempunyai daya usaha uuntuk membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
  2. Pola aktif-destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar, dan memberontak.
  3. Pola pasif-konstruktif yaitu pola yang menunjukkan pada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksut supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
  4. Pola pasif-destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjukkan kemalasan (sifat pemalas) dan keras kepala.
Masalah berikutnya adalah masalah kelompok. Masalah ini merupakan masalah yang harus diperhatikan pula dalam manajemen kelas. Problem kelompok akan muncul yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok. Masalah-masalah kelompok yang mungkin muncul dalam manajemen kelas adalah:
  1. Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
  2. Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras di ruang baca perpustakaan.
  3. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya , misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang.
  4. ‘Membombong’ anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
  5. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang telah digarap.
  6. Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair.
  7. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal, guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan sebagainya.
Lebih lanjut Johnson dan Bany mengemukakan ciri-ciri kelompok dalam kelas seperti berikut:
a. Kesatuan Kelompok
Kesatuan kelompok memegang peranan penting dalam mempengaruhi anggota-anggotanya dalam bertingkah laku. Kesatuan berkaitan dengan komunikasi, perubahan sikap dan pendapat, standar kelompok, dan tekanan terhadap perpecahan kelompok atau ketidaksatuan. Penggunaan dominasi yang kuat oleh anggota kelompok dapat meningkatkan kesatuan. Kesatuan dapat dikembangkan dengan menolong siswa agar menyadari hubungan mereka satu sama lain merupakan alat pemersatu.
b. Interaksi dan Komunikasi
Interaksi terjadi dalam komunikasi. Jika beberapa orang atau anggota mempunyai pendapat tertentu, terjadilah komunikasi dalam kelompok dan diteruskan dengan interaksi membahas pendapat tersebut yang sering disertai dengan emosi yang memperkuat interaksi. Oleh karena itu, tiap kelompok hendaknya berusaha memperrtahankan interaksi kelompoknya. Agar terjaadi interaksi dan komunikasi yang diharapkan, guru perlu membantunya supaya tugas-tugas belajar dapat berlangsung secara wajar. Guru perlu mengetahui kebutuhan berkomunikasi siswa-siswanya dan memberikan kebebasan kepadanya untuk berbicara. Komunikasi verbal atau nonverbal, bila tidak terselesaikan dapat membuat situasi rusak. Untuk membantu mereka, guru perlu mengetahui latar belakang mereka.
c. Struktur Kelompok
Struktur informal dalam kelompok dapat mempengaruhi struktur formal. Beberapa individu yang mungkin merupakan struktur informal, bila selalu ditempatkan pada posisi yang tinggi, dapat merusak keakraban kelompok. Tempat anggota dalam kelompok perlu diusahakan agar menarik baginya. Posisi di atas bila perlu bisa dibuat berganti-ganti.
d. Tujuan-tujuan Kelompok
Apabila tujuan-tujuan kelompok ditentukan bersama oleh siswa dan guru dalam hubungan dengan tujuan pendidikan, anggota-anggota kelompok akan bekerja lebih produktif dalam menyelesaikan tugasnya. Dengan kata lain, siswa akan bekerja dengan baik apabila hal itu berhubungan dengan tujuan-tujuan mereka.
e. Kontrol
Hukuman-hukuman yang diciptakan bersama antara guru dan siswa yang akan dikenakan pada siswa yang melanggar, mungkin dapat memperkecil pelanggaran, kendatipun beberapa anak tetap akan tidak dapat belajar dengan baik. Cara yang baik adalah guru harus mendiagnosis kebuutuhan dan kesukaran kelompok sebelum membantu mereka. Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mengontrol kelas dari yang paling ke paling baik ialah:
1) Hukuman dan ancaman
2) Pengubahan situasi dan pendapat
3) Dominasi atau pengaruh
4) Kerja sama atau partisipasi
f. Iklim Kelompok
Iklim kelompok adalah hasil dari aspek-aspek yang saling berhubungan dalam kelompok atau produk semua kekuatandalam kelompok. Iklim kelompok ditentukan oleh tingkat keakraban kelompok sebagai hasil dari aspek-aspek tersebut di atas. Keakraban yang kuat akan mengontrol perilaku anggota-anggotanya. Iklim kelompok merupakan hal yang penting dalam mengadakan perubahan dalam kelompok.
Di samping masalah individu dan masalah kelompok, hal lain yang erat kaitannya dengan manajemen kelas adalah organisasi sekolah. Organisasi sekolah menentukan penempatan siswa, pemanfaatan kemampuan dan bakat guru-guru, dan pengelolaan fisik. Organisasi, prosedur, tujuan, dan fisik direncanakan untuk menentukan perilaku siswa.

Pengaruh organisasi sekolah dipandang menentukan di dalam pengarahan perilaku siswa. Guru dan siswa dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan, termasuk cara pengelompokan, kurikulum, rencana fisik, peraturan-peraturan, nilai sikap, dan tindakan. Asumsi ini masuk akal sebab organisasi sosial sebagai sub-sistem dari sistem sosial yang lebih luas termausk sistem persekolahan nasional.